Terungkap di Sidang Prapid, Pelaku Pemalsuan Tandatangan adalah So Huan

Terungkap di Sidang Prapid, Pelaku Pemalsuan Tandatangan adalah So Huan

Rabu, 23 April 2025, April 23, 2025
OPEN REKRUTMEN PARALEGAL!

 


MedanPeristiwa24.id -

Sutanto alias Ahai secara resmi mengajukan gugatan praperadilan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Medan. Gugatan tersebut tercatat dalam register perkara dengan Nomor: 21/Pid.Pra/2025/PN-Mdn dan menyoroti proses hukum yang dianggap cacat prosedur dalam penetapan status tersangka terhadap dirinya dalam kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat, pada Selasa (22/4/2025).


Kasus ini bermula dari laporan polisi yang diajukan oleh seorang wanita bernama Julianty, SE., pada 5 Oktober 2023 lalu, yang teregister dengan Nomor: LP/B/1188/X/2023/SPKT/POLDA SUMUT. Dalam laporannya, Julianty menuduh Sutanto telah memalsukan tandatangannya dalam dokumen "Surat Permohonan Pembatalan Pemecahan Sertifikat Hak Milik No. 74 Desa Asahan Mati" tertanggal 7 September 2022.


Berdasarkan laporan tersebut, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut menetapkan Sutanto sebagai tersangka melalui Surat Keputusan Nomor: SP.Status/349/XI/2024/Ditreskrimum, yang dikeluarkan pada tanggal 28 November 2024. Dokumen yang menjadi barang bukti utama dalam perkara ini memuat nama dan tanda tangan atas nama Julianty, yang oleh pelapor dinyatakan sebagai palsu.


Melalui kuasa hukumnya, Sutanto mengajukan sejumlah keberatan terhadap penetapan status tersangkanya. Di antara alasan-alasan yang diajukan adalah:

1. Kepemilikan Sertifikat Telah Beralih Secara Sah

Sutanto menegaskan bahwa pelapor tidak lagi memiliki hak hukum atas Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 74 karena kepemilikan tanah tersebut telah dialihkan secara sah kepadanya. Hal ini telah diputuskan oleh tiga lembaga peradilan secara berjenjang:

o Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor: 8/Pdt.G/2023/PN-Tjb, tanggal 3 Juli 2023

o Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 474/PDT/2023/PT-MDN, tanggal 12 September 2023

o Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 736 K/PDT/2024, tanggal 20 Maret 2024

Dalam seluruh amar putusan tersebut, dinyatakan bahwa Sutanto adalah pemilik sah atas bidang tanah dengan SHM No. 74 seluas 17.187 meter persegi di Desa Asahan Mati, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan.


2. Belum Diperiksa Sebagai Saksi atau Calon Tersangka

Penetapan tersangka terhadap Sutanto dianggap cacat prosedur karena ia belum pernah diperiksa sebagai saksi atau calon tersangka, sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014. Dalam putusan tersebut ditegaskan bahwa seseorang hanya boleh ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa terlebih dahulu. Sutanto memang sempat dipanggil, namun tidak dapat hadir karena sedang bekerja sebagai nelayan di perairan laut Sulawesi. Ia juga telah menyampaikan pemberitahuan resmi kepada penyidik terkait ketidakhadirannya, tetapi tetap ditetapkan sebagai tersangka.


3. Ketidakjelasan Tempus dan Locus Delicti

Ketidakkonsistenan terkait waktu dan tempat kejadian perkara menjadi sorotan lain dalam permohonan praperadilan ini. Dalam surat penetapan tersangka disebutkan kejadian terjadi pada 5 Oktober 2023 di Desa Asahan Mati, namun dalam surat pemanggilan sebagai saksi tercantum bulan September 2023. Sementara dalam surat pemanggilan sebagai tersangka, tidak disebutkan waktu dan tempat kejadian sama sekali. Hal ini dianggap menimbulkan kebingungan dan pelanggaran terhadap asas kepastian hukum.


Lebih lanjut, Sutanto menyampaikan bahwa dirinya bukan pelaku pemalsuan tanda tangan dalam surat tersebut. Dalam keterangannya kepada penyidik, ia menyebut bahwa yang menandatangani surat permohonan pembatalan pemecahan SHM No. 74 tersebut adalah So Huan, suami dari Julianty.


Menurut keterangan Sutanto, peristiwa itu terjadi ketika ia bersama seorang staf dari BPN Kabupaten Asahan bernama Eridian mengunjungi rumah/gudang milik Julianty. Karena Julianty tidak berada di tempat, So Huan mengatakan bahwa istrinya sedang berada di Medan. So Huan kemudian membawa surat tersebut ke dalam sebuah kontainer dan menandatanganinya. Saat itu Sutanto menyaksikan langsung tindakan tersebut dan menanyakan alasannya, yang dijawab oleh So Huan bahwa “tanda tangan saya sama saja dengan Julianty.” Surat itu kemudian diserahkan ke staf BPN.


Fakta lain yang diungkap adalah bahwa permohonan pembatalan tersebut ternyata tidak diproses lebih lanjut. Kantor Pertanahan Kabupaten Asahan bahkan memproses kembali pemecahan sertifikat menjadi empat bagian yang masing-masing tetap atas nama Julianty, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 482 an. JULIANTY, SE., Sertifikat Hak Milik (SHM) No.483 an. JULIANTY, SE., Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 484 an. JULIANTY, SE. dan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 485 an. JULIANTY, SE.


Atas dasar kepemilikan tanah yang sah serta kronologi kejadian, kuasa hukum Sutanto menilai bahwa yang seharusnya menjadi tersangka adalah So Huan, bukan Sutanto. Mereka juga menegaskan bahwa status pelapor Julianty semestinya telah gugur karena tidak memiliki legal standing untuk membuat laporan atas objek yang sudah bukan miliknya.


Dengan pengajuan permohonan praperadilan ini, Sutanto berharap status tersangkanya dibatalkan dan aparat penegak hukum bertindak lebih hati-hati serta objektif dalam menangani perkara serupa. Sidang perdana praperadilan direncanakan akan segera digelar di Pengadilan Negeri Medan.


Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut hak-hak hukum warga negara, prosedur penegakan hukum pidana, serta persoalan legalitas atas tanah yang telah diputuskan oleh pengadilan secara inkracht.


  (Kaperwil)

TerPopuler