Tunjangan Hari Raya Bisa Hilang? Simak Penjelasan dari Aktivis Buruh Yapet Ramon

Tunjangan Hari Raya Bisa Hilang? Simak Penjelasan dari Aktivis Buruh Yapet Ramon

Selasa, 11 Maret 2025, Maret 11, 2025
OPEN REKRUTMEN PARALEGAL!


Batam, Peristiwa24.id- 

Tunjangan Hari Raya atau biasa disingkat THR hanya ada di Indonesia, merupakan hasil pemikiran para pendahulu pendiri bangsa yang hampir terlupakan oleh kita saat ini. Kita hanya jadi penikmat saja dan untuk menjaga tetap ada saja sangat sulit. Mengapa demikian? karena masih banyak pemodal yang tidak mau memberikan THR kepada pekerjanya. 


Menurut aktivis buruh, yang saat ini menjabat sebagai Ketua FSPMI Batam, Yapet Ramon, Selasa (11/3/2025), modus yang dilakukan pemodal adalah memberikan kontrak kerja yang pendek supaya pemodal terhindar dari pembayaran THR. Bahkan pekerja seringkali diputus hubungan kerja lebih awal agar pemodal terhindar membayar THR.


Tradisi pemberian THR pertama kali dimulai pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi yang dilantik Presiden Soekarno pada bulan April 1951. Salah satu program kerja kabinet Soekiman adalah meningkatkan kesejahteraan Pamong Pradja, yang sekarang PNS. 


Berikut sejarah tradisi pemberian THR dari masa ke masa:


1. Tahun 1951, Perdana Menteri Soekiman memberikan tunjangan kepada Pamong Pradja (sekarang PNS) berupa uang persekot (pinjaman awal) dengan tujuan agar dapat mendorong kesejahteraan lebih cepat. Uang persekot akan dikembalikan ke negara dalam bentuk pemotongan gaji pada bulan berikutnya.


2. Tahun 1952 Pada tanggal 13 Februari 1952, kaum pekerja/buruh melakukan protes karena THR yang hanya diberikan kepada para Pamong Pradja (PNS). Kaum pekerja/buruh melakukan protes dan menuntut pemerintah untuk memberikan tunjangan yang sama seperti pekerja Pamong Pradja (PNS).


3. Tahun 1954, perjuangan tersebut membuahkan hasil, Menteri Perburuhan Indonesia mengeluarkan surat edaran tentang Hadiah Lebaran. Hal ini bertujuan mengimbau setiap perusahaan untuk memberikan hadiah lebaran kepada para pekerjanya sebesar seperdua belas dari upah.


4. Tahun 1961, surat edaran semula yang bersifat imbauan kemudian berubah menjadi peraturan menteri. Peraturan ini mewajibkan perusahaan untuk memberikan hadiah lebaran kepada pekerja yang minimal telah 3 bulan bekerja.


5. Tahun 1994 dan selanjutnya, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan menteri. Peraturan ini mengubah istilah hadiah lebaran menjadi Tunjangan Hari Raya atau THR yang dikenal sampai sekarang.


6. Tahun 2016, aturan pemberian THR direvisi melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Kini aturan pemberian THR diberikan kepada pekerja dengan minimal 1 bulan kerja yang dihitung secara proporsional. 


Pemahaman pekerja/buruh terkait THR sangat minim. Pekerja/buruh perlu membuka kembali peraturan peraturan yang berlaku, bagaimana cara menghitung THR dan kapan pembayarannya. Agar lebih memudahkan lagi pekerja/buruh memahami aturan hak-hak serta kewajibannya maka sebaiknya pekerja/buruh tersebut bisa bergabung dengan serikat pekerja/serikat buruh. 


Belum terlambat menyadari bahwa sangat penting memahami hak serta kewajiban sebagai seorang pekerja/buruh yang hanya didapatkan dari berserikat.


 Reporter: Hansman Erdianto

TerPopuler