Rakerhut Situmorang SH : Diduga Terdapat Gratifikasi Pemecahan Sertifikat No.74

Rakerhut Situmorang SH : Diduga Terdapat Gratifikasi Pemecahan Sertifikat No.74

Sabtu, 28 Desember 2024, Desember 28, 2024
OPEN REKRUTMEN PARALEGAL!

 


ASAHAN, Peristiwa24.id – Kasus sengketa tanah di Desa Asahan Mati, Kecamatan Tanjungbalai, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara, kembali menjadi sorotan. Sengketa ini melibatkan TJIN-TJIN dan suaminya Sutanto alias Ahai Sutanto, melawan So Huan dan Julianty, S.E., sebagai pihak penghubung dalam pembelian tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 74 seluas + 17.817 meter persegi sebagaimana dimaksud pada Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 74 semula Atas nama Pemilik Pertama yaitu : WAHAB  ARDIANTO dan  kemudian beralih nama ke Atas nama JULIANTY, S.E., atas tanah yang terletak di Jl. Tanjung Barombang, Dusun V, Desa Asahan Mati, Kecamatan Tanjungbalai - Kabupaten Asahan - Provinsi Sumatera Utara.


Para kuasa hukum TJIN-TJIN, Rakerhut Situmorang, S.H., M.H., dan M. Affandi, S.H., dari Kantor Hukum “Rakerhut Situmorang, S.H., M.H., & Rekan,” merilis kronologi lengkap dan langkah hukum dalam kasus ini melalui sebuah press release pada hari Jum’at (27/12/2024).


Menurut press release, TJIN-TJIN dan Sutanto telah menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp. 565.000.000,- (Lima ratus enam puluh lima juta rupiah)  kepada So Huan dan Julianty, S.E., yang dipergunakan untuk Panjar, Pembukaan Jalan, Penimbunan dan Pembuatan parit. Sedangkan harga dari tanah / lahan tersebut adalah  Rp. 125.000.000,- (Seratus dua puluh lima juta rupiah) berdasarkan Akta Notaris No. 110 tanggal 29 Juli 2019 diperbuat oleh SAPRI, S.H., selaku Pejabat Notaris di Tanjungbalai. Namun, sertifikat tanah tidak dibalik nama kepada SUTANTO atau TJIN-TJIN, melainkan WAHAB ARDIANTO kemudian beralih nama ke Atas nama JULIANTY, S.E., yang diduga melanggar kesepakatan.


Kasus ini sebenarnya telah dilaporkan ke Polda Sumut pada 11 Januari 2023 dengan nomor laporan 37/I/2023/SPKT/POLDA SUMUT. Namun, pada akhir Januari 2023, Kasubdit II Unit Harda Polda Sumut memutuskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh So Huan dan Julianty, S.E., tidak memenuhi unsur tindak pidana. Polisi menyarankan agar Sutanto dan Tjin-Tjin menempuh jalur perdata. “Keputusan ini menuai kekecewaan dari pihak Sutanto. Mereka merasa haknya telah diabaikan meski sudah melalui prosedur hukum.” Tegas Situmorang.


Tidak puas dengan hasil penyelidikan kepolisian, Sutanto dan Tjin-Tjin mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tanjungbalai. Gugatan ini terdaftar dengan nomor register 8/Pdt.G/2023/PN.Tjb. dan melibatkan enam pihak, yaitu:

1.     So Huan sebagai Tergugat I

2.     Julianty, S.E., sebagai Tergugat II

3.     Wahab Ardianto sebagai Tergugat III

4.     Linda Law sebagai Tergugat IV

5.     Kantor Kementerian ATR/BPN Kabupaten Asahan sebagai Tergugat V

6.     Helmi, S.H., MKn, selaku Pejabat Notaris/PPAT di Asahan sebagai Turut Tergugat


“Proses balik nama ini diduga tidak sesuai prosedur dan merugikan klien kami secara materiil maupun moril. Gugatan ini diharapkan dapat mengembalikan hak Sutanto dan Tjin-Tjin atas tanah tersebut.” Ucap Situmorang.


Kasus ini telah melewati berbagai tingkat pengadilan, dimulai dari gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tanjungbalai. Pada 3 Juli 2023, PN Tanjungbalai menyatakan pembelian dan balik nama SHM Nomor 74 atas nama Julianty tidak sah. Keputusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Medan pada September 2023, yang memerintahkan pengembalian SHM ke nama TJIN-TJIN atau Sutanto.


Pihak SO HUAN dan JULIANTY, S.E., yang Kalah dalam perkara sengketa tanah, mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Medan. Pada 12 September 2023, pengadilan menguatkan sebagian besar putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai, namun memperbaiki keputusan terkait proses balik nama Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 74.


Karena tidak puas, mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang pada 20 Maret 2024 menolak permohonan kasasi dan menghukum mereka membayar biaya perkara Rp 500.000,-.


Selama proses kasasi, Kepala Kantor ATR/BPN Asahan memecah SHM No. 74 menjadi empat sertifikat. Klien kami juga melaporkan permasalahan pembelian tanah ini ke kepolisian pada 11 Januari dan 26 Juni 2023. Pada 30 Agustus 2024, tanah tersebut disita berdasarkan putusan pengadilan dan dilaksanakan eksekusi sesuai prosedur hukum yang berlaku.


Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 74 yang telah dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum dalam putusan pengadilan, namun telah dilakukan pemecahan menjadi empat sertifikat baru, yaitu SHM No. 482, 483, 484, dan 485. Salah satu sertifikat tersebut, SHM No. 482, diterbitkan dengan surat ukur pada 31 Januari 2024.


Tindak pemecahan ini terjadi saat proses pemeriksaan kasasi yang diajukan oleh pihak SO HUAN dan JULIANTY, S.E., sebagai pihak yang kalah, perbuatan pemecahan SHM tersebut dapat dijerat dengan Pasal 263 dan 266 KUH Pidana, serta melanggar ketentuan Undang-Undang Pertanahan.


Pihak yang terlibat dalam pemecahan ini diduga melakukan tindak pidana bersama oknum Kementerian ATR/BPN Kabupaten Asahan. Mereka diduga melakukan pemecahan dan peralihan hak yang tidak sah atas tanah yang tengah berada dalam proses sengketa hukum.


“Diduga kuat terdapat praktik GRATIFIKASI dalam proses pemecahan SHM No. 74, mengingat secara normatif, pemecahan atau peralihan tidak dapat dilakukan terhadap tanah yang telah dinyatakan tidak sah. Hal ini menunjukkan adanya kolaborasi yang tidak sesuai dengan aturan antara pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sertifikat tersebut.” Ujar Situmorang.


Di sisi lain, Sutanto alias Ahai Sutanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara berdasarkan Surat Keputusan No. SP. Status/349/XI/2024/Ditreskrimum, terkait dugaan pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP. Penetapan ini didasarkan pada laporan Julianty, S.E., meskipun laporan tersebut dibuat setelah Julianty dan So Huan kalah di tingkat Pengadilan Negeri Tanjungbalai dan Pengadilan Tinggi Medan.


Penetapan tersangka ini menuai kritik karena dianggap prematur dan tidak didasarkan pada proses konfrontasi antara pihak-pihak yang terlibat, seperti Julianty, S.E., So Huan, oknum ATR/BPN Asahan, dan pejabat notaris terkait.


Selain itu, Proses pemecahan SHM No. 74, yang sebelumnya digugat dalam perkara kepemilikan tanah, telah selesai dengan ditariknya berkas oleh SUTANTO dari Kantor ATR/BPN Asahan. Hal ini diakui sebagai hak SUTANTO, yang uangnya digunakan untuk pembelian tanah, bukan dari SO HUAN atau JULIANTY. Meskipun demikian, kasus ini tetap berjalan dan pada 5 Desember 2024, Pengadilan Negeri Tanjungbalai telah melaksanakan eksekusi pengosongan atas tanah terkait.


Perbuatan yang dilakukan oleh SO HUAN dan JULIANTY, S.E., terkait pemecahan SHM No. 74 yang sudah dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum telah merugikan banyak pihak. SHM No. 74 yang semula adalah satu bidang tanah, dipecah menjadi empat sertifikat yang menyebabkan kerugian bagi empat pihak terkait, yaitu:


Sutanto Alias AHAI SUTANTO dan TJIN-TJIN (pelapor dalam dugaan pemalsuan),
Mr. Zhang Xiaohu Alias Hu Ge, pemilik mesin-mesin yang saat ini berada di gudang (objek eksekusi),
Tjoe Tjang, pembeli sebagian dari objek tanah tersebut,
Agung Ganda Subrata, S.H., penerima penyerahan hak berdasarkan perjanjian.
“Dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Polda Sumut, meskipun hasil laboratorium forensik Polda Sumut menunjukkan bahwa tanda tangan JULIANTY, S.E., adalah non identik, penyidik belum dapat memastikan bahwa surat penarikan berkas yang berkaitan dengan pemecahan SHM No. 74 dibuat oleh SUTANTO. Hal ini menambah kompleksitas kasus yang sedang berlangsung.” Pungkas Situmorang.


    (Kaperwil Sumut)

TerPopuler