BANDUNG, Berdasarkan pengakuan dari
Deden Fajar Guruh warga Komp. Cihanjuang Indah Blok B Nomor 184 RT 004 RW
020 Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara Kota
Cimahi bahwa Ia merasa dirugikan terkait persoalan Hutang piutang yang dimana Ia menjaminkan sertifikat nya kepada Investor, tetapi karena wanprestasi tanah dan sertifikat dirinya diduga jadi milik orang lain.
Awal mula kronolisnya, Deden pun menjelaskan, saya memasang iklan kerjasama investasi telur di OLX, lalu pada
tanggal 27 januari 2021. Saudara JF (inisial_red) menghubungi saya melalui chat whatsapp, dan
pada tanggal 21 maret 2021 saya bertemu dengan saudara JF didaerah surya
sumantri di salah satu caffe.
Selang beberapa hari saya kembali bertemu dengan saudara
JF, ditempat yang sama dan saudara JF membawa rekannya bernama GD untuk membahas kerjasama investasi telur ayam.
Pada tanggal 25 maret 2021 saya kembali bertemu dengan saudara JF dan saudara
JF membawa rekannya bernama saudara RD beserta saudara
HS (Ayah dari saudara RD/pemilik dana) untuk menindak
lanjuti kerjasama yang sudah di bahas pada tanggal 21 maret 2021 dan membahas
jaminan yang akan saya serahkan kepada mereka jika terjadi kerjasama.
Pada tanggal 31 maret 2021 kami melangsungkan kontrak kerjasama dikantor
Notaris Ibu IA (inisial_red) yang dihadiri saya dan istri, Luky Lukman Bartajaya dan istri
(Mertua saya/Pemilik Jaminan), saudara JF, RD dan GD. Lalu saudara JF,
RD dan GD sepakat bekerjasama dengan saya dan saya memberikan jaminan
berupa Sertipikat Hak Milik Nomor 825 atas nama Luky Lukman Bartajaya yang
bertempat di Komp. Cihanjuang Indah Blok B no.184 Rt04/20 Kelurahan Cibabat
Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi.
Lalu RD, GD dan JF menyetorkan uang
sebesar Rp 550.000.000 (sebagian besar dana investasi adalah RD yang di support
oleh HS orang tua RD) dengan kesepakatan keuntungan setiap bulannya
15% atau sekitar Rp. 82.500.000/bulan selama 6 bulan.
Pemilik jaminan hanya menandatangani Perjanjian Kerjasama, mengetahui dan
menyetujui sertifikatnya di jaminkan oleh saya kepada pihak RD, GD dan JF,
bukan untuk di jual belikan atau di lelang.
Pada tanggal 2 mei 2021 saya membayar keuntungan pertama dari hasil
kerjasama sebesar Rp. 82.500.000 di transfer langsung ke rekening BCA a/n RD.
Pada tanggal 3 Maret 2021 saya transfer Rp 7.000.000 ke rekening saudara JF
atas permintaan saudara JF sebagai komisi, karena sudah mengajak saudara GD
dan RD untuk bekerjasama dengan saya.
Pada tanggal 4 Juni 2021 saya mentransfer keuntungan kedua sebesar
Rp.82.500.000 ke rekening BCA a/n RD.
Pada tanggal 10 Juni 2021 saya pun mentransfer sebesar Rp.7.500.000 ke rekening
atas nama JF sebagai komisi.
Pada tanggal 6 Juli 2021 saya membayar keuntungan secara cash di rumah
saudara JF di Kawasan Setra Duta pada saudara RD yang disaksikan saudara
JF sebesar Rp. 82.500.000 plus denda paksa Rp.3.000.000 karena adanya
keterlambatan pembayaran. Lalu saya keluar dari ruangan rumah saudara JF dan
diikuti saudara JF, disitu saya memberikan cash sebesar Rp.7.000.000 kepada
saudara JF sebagai komisi.
Pada bulan Agustus saya membayar profit Rp.50.000.000 ke rekening BCA a/n
RD yang seahrusnya Rp 82.500.000 sehingga ada kekurangan
sebesar Rp.32.500.000.
Pada pertengahan bulan Agustus 2021 bisnis saya mengalami penurunan yang
sangat drastis dampak dari covid 19. Pada akhirnya usaha saya pun mengalami
kebangkrutan hingga seluruh asset saya pun ikut habis.
Sekitar bulan Agustus atau September 2021 sempat beberapa kali saudara HS, RD, JF dan GD mendatangi rumah pemilik sertipikat Luky Lukman
Bartajaya dengan membawa sebuah dokumen untuk ditandatangani, namun pemilik
sertipikat menolak untuk tandatangan, dan tidak pernah tandatangan.
Pada 13 Agustus 2021 saudara RD, HS dan istri (orangtua RD)
datang kerumah saya untuk memberitahu bahwa saudara RD akan memberikan SP
1,2 dan 3 dan apabila surat itu tidak dibalas, maka pihak RD dan HS akan
melakukan pelelangan rumah. Disitu saya meminta maaf kepada saudara RD dan
Orangtua. Saya juga melakukan mediasi untuk memberikan waktu dan keringanan untuk
menyelesaikan sisa hutang saya di angka Rp.230.000.000 karena saya masih beritikad
untuk membayar.
Namun RD dan orangtuanya menolak dan malah meminta total
pembayaran di angka Rp.1.083.500.000. Dan disitu juga mereka bilang bahwa sudah
dibuat APHT dan SHT/Sertipikat Hak Tanggungan Nomor 117/2021 Tanggal 28/09/2021
yang dibuat oleh IA (notaris) sepihak tanpa konfirmasi, persetujuan saya, persetujuan
pemilik sertipikat dan tanpa tanda tangan pemilik sertipikat di APHT tersebut.
SP 1, 2 dan 3 pun dikirimkan. Lalu saya membalas surat SP ke 3 untuk meminta
keringanan dan waktu pembayaran di sisa pokok setelah dipotong uang yang sudah
masuk.
Namun HS tetap menolak permohonan saya dan tetap meminta total
pembayaran Rp. 1.083.500.000. Disitu ada saudara RD tetapi yang bernegosiasi saya
dengan saudara HS.
SP sudah saya balas, namun pada akhirnya mereka tetap melakukan pelelangan
rumah secara sepihak tanpa di appraisal terlebih dahulu dan tanpa persetujuan pemilik
sertifikat yaitu Luky Lukman Bartajaya.
Tiba-tiba datang surat pemberitahuan lelang pertama tanpa ada kop surat resmi dari
KPKNL/Balai Lelang, dan tidak ada pemenang lelang.
Karena tidak bisa ditempuh dengan kekeluargaan dan negosiasi, maka pada
tanggal 22 Februari 2023 saya melakukan gugatan melalui PN Bale Bandung dengan
Nomor Perkara 56/Pdt.G/2023/PN Blb.
Pada hari Senin 13 Maret 2023, kami berkumpul dengan Majelis Hakim, dan
Majelis Hakim meninggalkan kami untuk melakukan mediasi di PN Bale Bandung. Di
mediasi tersebut saya meminta kembali kebijakan dan keringanan dari pihak RD, JF
dan GD dengan nominal pembayaran pokok Rp.550.000.000 namun mereka tetap
menolak dan meminta pembayaran sebesar Rp.1.083.500.000 tanpa dicicil. Karena tetap
tidak ada solusi akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan ke persidangan sampai
dengan saat ini.
Lalu Majelis Hakim kembali keruangan mediasi untuk melengkapi data-
data karena akan dilanjutkan ke persidangan. Saudara RD memberitahu kepada
Majelis Hakim bahwa sudah melakukan APHT dan lelang pertama, lalu Majelis Hakim
menjelaskan bahwa hanya Perbankan saja yang bisa melakukan APHT dan pelelangan.Sedangkan kerjasama saya dengan perorangan.
Pada tanggal 15 Maret 2023 pihak RD melakukan pelelangan ke dua disaat
kami masih melakukan sidang gugatan atas permasalahan sertifikat dan pada tanggal
tersebut juga ada pemenang lelang. Pemenang lelangnya tidak lain adalah orangtua dari
RD itu sendiri, yaitu HS.
Tidak ada pemberitahuan pemenang dan risalah lelang kepada saya dan juga atas
nama sertifikat, hingga tiba-tiba pada tanggal 30 Mei 2023 ada aanmaning pertama dari
PN Bale Bandung pada kami yang isinya adalah perintah untuk mengosongkan rumah.
Pada tanggal 7 Juni 2023 datang lagi aanmaning ke dua berisi perintah
pengosongan rumah kembali dan undangan kepada atas nama sertifikat untuk datang ke
pengadilan. Di aanmaning tertulis bahwa risalah lelang keluar per tanggal 15 Maret 2023
bersamaan dengan tanggal dimulainya pelelangan ke dua.
Pada tanggal 15 Juni 2023 saya dan istri mewakili atas nama sertipikat datang
memenuhi panggilan aanmaning kedua.
Saya, Ketua Pengadilan, Juru Sita dan pemenang lelang (HS bapak
dari RD) berkumpul. Saya menceritakan kronologis dan sedang melakukan gugatan
kepada ketua pengadilan, tetapi ketua pengadilan tetap menyuruh kami mengosongkan
rumah secara sukarela atau secara paksa dalam waktu 8 hari.
Disitu saya tahu kalau ternyata sertipikat sudah dibalik nama secara sepihak olah
HS yang tidak lain adalah bapak dari RD yang juga sebagai pemodal utama
dalam perjanjian dengan saya.
Dimana proses sidang gugatan sedang berjalan, tetapi pihak RD tetap
melakukan pelelangan, perubahan atas nama sertifikat secara sepihak, dan mereka juga
yang memenangkan pelelangan.
Padahal si pemilik sertifikat tidak pernah menandatangani dan menyetujui untuk
peralihan hak dan pembuatan APHT sertipikat tersebut.
Sisa hutang saya setelah di hitung hanya sekitar Rp.230.000.000 lagi dari total
Rp.550.000.000 sedangkan harga rumah tidak sepadan dengan sisa hutang saya.
Padahal Perjanjian Kerjasama nya adalah Pinjam Meminjam, namun sistem yang
dibayarkan terhitung profit keuntungan kerjasama bukan pengurangan atau cicilan dari
Pinjam Meminjam.
Hingga saat ini, saya dan pemilik sertipikat tidak pernah diberikan APHT dan
ternyata APHT tersebut baru dibuat di tahun 2022.
Dengan begitu saya merasa di dzolimi dan meminta keadilan untuk permasalahan
saya saat ini.
Demikian surat pernyataan kronologis ini saya buat dengan sebenar-benarnya,
secara sehat jasmani dan rohani, tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun.
(*red)