Peristiwa24.online - Pelecehan terhadap hukum adat Dayak muncul sendiri dari pengakuan penasihat hukum PT Bharinto Ekatama (BEK), Agustinus, SH dalam rapat mediasi antara masyarakat adat dengan PT BEK di kantor Bupati Kubar, Sendawar, Jumat (18/08/2023).
"Ya, kami sengaja tidak hadir saat sidang adat," kata Agustinus.
Pengakuan ini mengonfirmasikan bahwa PT BEK menghina hukum adat Dayak, sebab masyarakat sedang mencari keadilan lewat hukum adat.
"Saya baru tahu kalau mereka sengaja tidak hadir, padahal masyarakat sedang butuh keadilan atas lahan yang diserobot perusahaan," kata Rustani, SH., penasihat hukum masyarakat adat kepada wartawan usai pertemuan.
Diketahui masyarakat di Desa Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur sejak tahun 2013 meminta ganti rugi lahan yang diduga diserobot perusahaan tambang batubara asal Thailand tersebut.
Padahal uang muka untuk ganti rugi lahan seluas 540 Ha sebesar Rp 100 juta sudah diberikan sejak 6 tahun yang lalu, tepatnya, Maret 2017.
"Masyarakat menuntut sisa pembayaran sejak tahun 2017, tetapi sampai sekarang belum dibayarkan." kata Rustani.
Ketika itu kata Rustani ganti rugi sepakat Rp60 juta per hektar.
Sebelumnya, kelompok masyarakat yang diwakili Saun telah mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Kutai Barat, hasilnya NO (Niet Ontvankelijke) yang artinya gugatan tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil.
Saun kemudian mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Samarinda, hasilnya NO juga. Saun kemudian mengajukan kasasi, hasilnya NO, demikian juga di tingkat Peninjauan Kembali, hasilnya juga NO.
Belum menyerah, Saun kemudian menggugat ke Pengadilan Hukum Adat ke Provinsi Kalimantan Timur, hasilnya Saun menang bahwa lahan tersebut menjadi hak Saun dan kawan-kawan. Kemenangan ini lantaran pihak PT BEK mengakui sengaja tidak hadir. Saun merasakan ada keanehan, perusahaan tidak hadir, akan tetapi malah dimenangkan pengadilan.
Sesaat setelah rapat dimulai, pihak PT BEK sudah memutuskan bahwa pihaknya tidak mau bayar ganti rugi.
"Kami tidak akan membayar ganti rugi," kata Hirung dari PT BEK dalam sidang mediasi di kantor Kabupaten Kutai Barat, dalam "Rapat Fasilitasi Terkait Permasalahan Ganti Rugi Tanah Masyarakat dengan PT Bharinto Ekatama," di ruang rapat kantor Kabupaten Kutai Barat, Jumat (18/08/2023).
Salah satu warga yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan PT BEK jahat sekali.
"Arogan sekali, rapat mediasi yang seharusnya dilakukan dengan kepala dingin, kok malah menunjukkan arogansi" kata Juita usai sidang.
Mediasi menghasilkan 5 point dimana salah satunya pihak Kabupaten tidak bisa mengambil kesimpulan. Oleh karena itu melimpahkan mediasi ini ke tingkat provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat.
Sidang dipimpin oleh Kepala Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat Franky Yonathan ZH dan dihadiri oleh masyarakat, tokoh adat, penasihat hukum dari Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia Kota Samarinda, Rustani, SH, MH dan Sunarty, SH MH.
Sementara Perwakilan PT Bharinto Ekatama dihadiri oleh Hirung dan Agustinus. Jalannya mediasi diketahui dan disaksikan oleh Hendrikus Paeng L, petinggi Kampung Besiq, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kutai Barat, Nadisius, Camat Kabupaten Kutai Barat, Iman Setiadi, dan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda Kabupaten Kutai Barat, Fausianus Syaidirahman.
Sementara pihak kepolisian tidak hadir. Kasus ini telah menelan tiga tersangka dengan tuduhan menghalang-halangi kegiatan tambang, padahal kata Rustani, mereka mempertahankan haknya sejak puluhan tahun dari nenek moyangnya. (Henry)