Peristiwa24.online, Sendawar - Saun petani di Desa Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat mengaku telah menerima uang muka ganti rugi lahan sebesar Rp 100 juta pada tahun 2017.
Menurut pengakuan Saun uang itu sebagai tanda jadi penguasaan lahan oleh PT Bharinto Ekatama (BEK) terhadap lahan miliknya seluas 540 HA. Sejak penerimaan tanda jadi tersebut Saun tidak pernah dihubungi kembali oleh pihak perusahaan. Tahu tahu lahannya sudah dibuldozer. Hal ini disampaikan Saun sebagai perwakilan para petani dalam mediasi di kantor Bupati Kutai Barat, Jumat (18/08/2023).
Atas pertanyaan tersebut pihak PT BEK tidak berkomentar sedikit pun. Mereka hanya berpatokan pada putusan pengadilan.
Padahal uang muka untuk ganti rugi lahan seluas 540 Ha sudah diberikan sejak 6 tahun yang lalu, tepatnya, Maret 2017.
"Masyarakat menuntut sisa pembayaran sejak tahun 2017, tetapi sampai sekarang belum dibayarkan." kata Saun.
Pihak perusahaan tetap bersikukuh tidak mau membayar sisanya.
"Kami tidak akan membayar ganti rugi," kata Hirung dari PT BEK dalam sidang mediasi di kantor Kabupaten Kutai Barat, dalam "Rapat Fasilitasi Terkait Permasalahan Ganti Rugi Tanah Masyarakat dengan PT Bharinto Ekatama," di ruang rapat kantor Kabupaten Kutai Barat, Jumat (18/08/2023).
Mediasi menghasilkan 5 point dimana salah satunya pihak Kabupaten tidak bisa mengambil kesimpulan. Oleh karena itu melimpahkan mediasi ini ke tingkat provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat.
Sidang dipimpin oleh Kepala Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat Franky Yonathan ZH dan dihadiri oleh masyarakat, tokoh adat, penasihat hukum dari Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia Kota Samarinda, Rustani, SH, MH dan Sunarty, SH MH.
Sementara Perwakilan PT Bharinto Ekatama dihadiri oleh Hirung dan Agustinus. Jalannya mediasi diketahui dan disaksikan oleh Hendrikus Paeng L, petinggi Kampung Besiq, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kutai Barat, Nadisius, Camat Kabupaten Kutai Barat, Iman Setiadi, dan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda Kabupaten Kutai Barat, Fausianus Syaidirahman.
Sementara pihak kepolisian tidak hadir. Kasus ini telah menelan tiga tersangka dengan tuduhan menghalang-halangi kegiatan tambang, padahal kata Rustani, mereka mempertahankan haknya sejak puluhan tahun dari nenek moyangnya. (Henry)