Peristiwa24.online, Kota Gunungsitoli - Pemerintah kota Gunungsitoli melaksanakan Sosialisasi Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), Kekerasan Terhadap Anak (KTA), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Bermasalah Hukum (ABH), dan Perkawinan Usia Anak di Kota Gunungsitoli Tahun 2023 melalui Dinas Pengendalian Penduduk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A), Pada Kamis 27 Juli 2023.
Pelaksanaan kegiatan telah berlangsung mulai tanggal 25 Juli 2023 dan akan berakhir hingga 8 Agustus 2023 dibagi dalam lima gelombang, peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk organisasi kemasyarakatan, lembaga profesi, lembaga adat/masyarakat, Keterwakilan Perempuan, Agama, dan media massa, baik cetak maupun elektronik merupakan upaya serius dari pemerintah untuk memberikan pemahaman yang luas kepada masyarakat.
Acara ini dibuka secara resmi pada tanggal 25 Juli 2023 oleh Wali Kota Gunungsitoli yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kota Gunungsitoli Drs. Oimonaha Waruwu. Dalam sambutannya, dia mengapresiasi Kegiatan Koordinasi dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kota Gunungsitoli dan mitra lembaga.
Kapolres Nias sebagai Narasumber yang diwakili oleh IPTU Hesena Ziliwu, SH.,MH, yang membahas tentang peran Polri dalam melindungi perempuan, anak, dan mencegah perdagangan orang, Kekerasan terhadap perempuan, anak, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan permasalahan serius yang mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara umum saat ini.
Polri memiliki peran aktif dalam pencegahan dan penanggulangan kekerasan tersebut dengan beberapa strategi, seperti sosialisasi dan himbauan kepada masyarakat, koordinasi dengan lembaga terkait, serta penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah termasuk salah satu fokus penanganan Polri, dan langkah-langkah tegas diambil untuk menangani kasus-kasus kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. Korban kekerasan, termasuk perempuan dan anak-anak, diberikan perlindungan dan pelayanan khusus untuk menjaga kerahasiaan mereka.
Kendala dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan, anak, dan TPPO meliputi ketidakpahaman korban tentang status mereka sebagai korban, korban tidak ingin melaporkan kasusnya, lamanya waktu antara kejadian dan visum, trauma korban yang menyebabkan ketakutan melapor, serta pengaruh dari pelaku atau tekanan dari keluarga korban itu sendiri.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO menjadi dasar hukum bagi penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan perdagangan orang.
Organisasi kejahatan lintas batas negara dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti ketidakberdayaan, lapangan kerja terbatas, kemiskinan, dan kerentanan masyarakat.
Masyarakat juga diharapkan aktif berpartisipasi dalam membantu pencegahan dan memberantas kejahatan ini guna menjaga martabat dan keamanan bagi semua warga negara Indonesia.
Tidak kalah menariknya, Ketua Pengadilan, diwakili oleh Syukur Kasih Lase, SH, menyampaikan informasi berharga tentang Sistem Peradilan Anak. Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan penting terkait perlindungan dan hak anak.
Anak-anak yang berhadapan dengan hukum meliputi Anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu anak yang berusia minimal 12 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun dan terlibat dalam tindak pidana, Anak yang menjadi korban tindak pidana, yaitu anak yang belum mencapai usia 18 tahun dan mengalami penderitaan fisik, mental, atau kerugian ekonomi akibat tindak pidana, dan Anak yang menjadi saksi tindak pidana, yaitu anak yang belum mencapai usia 18 tahun yang menjadi saksi dalam perkara tindak pidana.
Dalam penyelesaian perkara pidana anak, terdapat pendekatan keadilan restoratif dan diversi. Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, dan pihak terkait untuk mencari penyelesaian yang adil dengan fokus pada pemulihan, bukan pembalasan.
Diversi adalah upaya mencapai perdamaian antara korban dan anak di luar proses peradilan, menghindari anak dari perampasan kemerdekaan, dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Diversi hanya dapat dilakukan dalam kasus-kasus tertentu dan harus memenuhi syarat tertentu.
Terdapat juga jenis-jenis pidana anak, seperti pidana pokok (peringatan, pembinaan, pelatihan, dan penjara) dan pidana tambahan (perampasan keuntungan dan pemenuhan kewajiban adat).
Pidana penjara yang dijatuhkan pada anak memiliki batasan maksimum setengah dari pidana penjara yang diterapkan pada orang dewasa, dan penahanan anak hanya dapat dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu.
Peran masyarakat sangat penting dalam mendukung implementasi UU SPPA, termasuk melaporkan pelanggaran hak anak kepada pihak yang berwenang, berpartisipasi dalam penyelesaian perkara anak melalui diversi dan keadilan restoratif, serta berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial anak-anak yang terlibat dalam proses peradilan.
Sosialisasi mengenai hak anak dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak juga merupakan bagian dari peran masyarakat.
Selain itu, kehadiran Ahmad Irfan Zebua, S.Kom yang mewakili Kesbangpol Kota Gunungsitoli juga memberikan sudut pandang menarik tentang pencegahan radikalisme dan terorisme yang mengeksploitasi perempuan dan anak.
Dalam pemaparannya, Ahmad Irfan Zebua menyampaikan bahwa Radikalisme adalah suatu paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan kekerasan dan Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut.
Faktor Melatar Belakangi Munculnya Radikalisme dan Terorisme: Faktor pemikiran, ekonomi, politik, sosial, dan psikologis dapat mempengaruhi munculnya paham radikalisme dan terorisme.
Cara Cegah Radikalisme dan Terorisme yakni memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar, meminimalisir kesenjangan sosial, menjaga persatuan dan kesatuan, berperan aktif dalam melaporkan radikalisme dan terorisme, menyaring informasi yang didapatkan, mensosialisasikan bahaya radikalisme dan terorisme, serta melakukan deradikalisasi.
Manager PKPA Nias, Chairidani Purnamawati SH dalam pemaparannya dengan topik peran masyarakat dalam mencegah KTA, KTP, pernikahan dini dan trafficking menyampaikan bahwa budaya patriarki telah lama menjadi ideologi yang mempengaruhi masyarakat Indonesia.
Dampak dari budaya patriarki ini menyebabkan pemberian hak istimewa kepada laki-laki, yang berdampak pada berbagai aspek seperti ekonomi, politik, budaya, dan domestik.
Hal ini juga berkontribusi pada terjadinya berbagai masalah sosial, termasuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, ketidaksetaraan gender, diskriminasi, pernikahan anak, dan perdagangan manusia.
Untuk mencegah masalah-masalah tersebut, ada beberapa langkah yang dapat diambil. Pertama, penting untuk merubah paradigma masyarakat dalam memandang anak dan perempuan, yaitu mengakui bahwa mereka adalah manusia dengan hak dan martabat yang sama seperti laki-laki, bukanlah objek yang dapat dimanfaatkan atau dieksploitasi.
Peran masyarakat dalam mencegah masalah seperti KTA, KTP, pernikahan dini, dan trafficking sangat penting. Masyarakat harus bersama-sama merubah kebiasaan-kebiasaan yang menjadikan anak dan perempuan sebagai objek, melalui edukasi gender dan pendekatan pengasuhan positif.
Pengasuhan tanpa kekerasan membantu mengedukasi masyarakat dalam mendidik anak dengan cara yang lebih baik dan memberdayakan masyarakat untuk mengenali, mengatasi, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Selain itu, edukasi tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual sejak usia anak juga penting untuk mencegah kekerasan seksual pada anak. Dengan memberikan pemahaman yang tepat sejak dini, diharapkan anak-anak dapat lebih peka terhadap bahaya dan tahu bagaimana melindungi diri mereka sendiri.
Secara keseluruhan, untuk mengatasi dampak negatif dari budaya patriarki dan mencegah masalah seperti kekerasan terhadap perempuan dan anak, diperlukan peran aktif seluruh lapisan masyarakat dengan melakukan perubahan paradigma, edukasi, dan pendekatan positif dalam mendidik anak-anak.
Setelah para narasumber menyampaikan materi maka diberi ruang tanya jawab kepada seluruh audience yang dipandu oleh moderator Armansyah Hulu, SKM (koordinator seksi P2k) untuk menyampaikan ide, input, saran, pertanyaan, dan koreksi terhadap penanganan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang telah terjadi selama ini.(TIM)
Pewarta : Mr. Yasona Gea 01/Damai G.